PANDANGAN TENTANG EKONOMI ISL
PANDANGAN TENTANG EKONOMI ISLAM
Oleh * Agus Briyan *
Abstrak
Ketentraman akan dapat dicapai apabila keseimbangan kehidupan di dalam
masyarakat tercapai. Untuk mencapai keseimbangan hidup di dalam masyarakat
diperlukan aturan-aturan yang dapat mempertemukan kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat.
Kegiatan ekonomi Islam tidak semata-mata bersifat materi saja, namun juga bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana. Rakus terhadap
kekayaan dan sikap yang mementingkan materi belaka, sangat dicela. Walaupun di
dalam syari’at Islam diakui adanya hak-hak yang bersifat perorangan
terhadap suatu benda, bukan berarti atas sesuatu benda yang dimilikinya itu,
seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktivitas ekonomi dalam
pandangan Islam, selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, juga masih melekat
hak orang lain.
Ekonomi Islam
Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sebagai makhluk individu, telah
disediakan Allah Swt, beragam benda yang dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam
rangka pemenuhan kebutuhan yang beragam tersebut, tidak mungkin dapat diproduksi
sendiri oleh individu yang bersangkutan. Dengan kata lain, ia harus bekerja sama
dengan orang lain. Hal itu bisa dilakukan, tentunya harus didukung oleh suasana yang
tentram. Ketentraman akan dapat dicapai apabila keseimbangan kehidupan di dalam
masyarakat tercapai. Untuk mencapai keseimbangan hidup di dalam masyarakat
diperlukan aturan-aturan yang dapat mempertemukan kepentingan individu dengan
kepentingan masyarakat.
Langkah perubahan perekonomian umat Islam, khususnya di Indonesia harus
dimulai dengan pemahaman bahwa kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam
merupakan tuntutan kehidupan yang berdimensi ibadah. Hal ini tercantum dalam QS.
Al–A’raf: 10, yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di
muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi itu sumber penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur”. Selain itu disebutkan juga dalam (QS. Al-Mulk: 15, QS. An-
Naba’: 11 dan QS. Jumu’ah :10).
Kegiatan ekonomi Islam tidak semata-mata bersifat materi saja, namun juga
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana. Rakus
terhadap kekayaan dan sikap yang mementingkan materi belaka, sangat dicela.
Walaupun di dalam syari’at Islam diakui adanya hak-hak yang bersifat perorangan
terhadap suatu benda, bukan berarti atas sesuatu benda yang dimilikinya itu,
seseorang dapat berbuat sewenang-wenang. Sebab aktivitas ekonomi dalam
pandangan Islam, selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri, juga masih melekat
hak orang lain.
Adanya hak orang lain (masyarakat) terhadap hak milik yang diperoleh
seseorang dibuktikan dengan ketentuan-ketentuan antara lain; pelarangan menimbun
barang, larangan memanfaatkan harta untuk hal-hal yang membahayakan masyarakat,
seperti memproduksi barang-barang yang tidak boleh dimiliki dan dikonsumsi menurut
pandangan Islam, contoh: memproduksi atau menjual buku, kaset, film yang
menyesatkan dan membawa kepada kekafiran, memproduksi atau menjual makanan
dan minuman yang dilarang, seperti makanan haram, minuman keras dan obat-obatan
terlarang dan lainnya.
Prinsip pokok dalam pengembagnan harta dalam pandangan Islam ialah
kegiatan ekonomi yang tidak bertentangan dengan akidah, seperti disebutkan dalam
QS. Hud : 84,85,86 dan 87. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa sistem ekonomi
islam adalah sistem ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu
ekonomi) dalam kehidupan sehari-hari baik bagi individu, keluarga, kelompok
masyarakat maupun pemerintah/ penguasa dan pemanfaatan barang dan jasa menurut
aturan Islam.
Filosofi Ekonomi Islam
Ketentuan Tuhan yang harus ditaati bukan hanya yang bersifat mekanis, juga
dalam hal etika dan moral. Artinya, selain untuk memenuhi kepuasan manusia yang tak
terbatas, kegiatan ekonomi bertujuan untuk menciptakan kesejahteraaan umat Islam.
keadilan dan keseimbangan mengandung pengertian bahwa manusia bebas melakukan
seluruh aktifitas ekonomi, sepanjang tidak ada larangan Tuhan yang menetapkannya.
Pertanggungjawaban maksudnya adalah bahwa manusia sebagai pemegang amanat
Tuhan mempunyai tanggungjawab atas segala pilihan dan keputusannya.
Sistem Ekonomi Islam berbeda dengan sistem Ekonomi lainnya, seperti
diungkapkan oleh (Zadjuli dalam , Tadjoeddin 1992: 39 seperti dikutip Lubis, 2004: 15),
yaitu :
1. Asumsi dasar/norma pokok dalam proses maupun Interaksi kegiatan Ekonomi
yang diberlakukan. Dalam sistem Ekonomi Islam yang menjadi asumsi dasarnya
adalah Syari’at Islam, yang diberlakukan secara menyeluruh baik terhadap
4Individu, keluarga, kelompok masyarakat, penguasa dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2. Prinsip Ekonomi Islam adalah penerapan asas efisiensi dan manfaat dengan
serta menjaga kelestarian lingkungan.
3. Motif ekonomi Islam adalah mencari keberuntungan dunia dan akhirat
Hal-hal tersebut didasarkan atas ketentuan dalam QS. al-Baqarah: 208 tentang
perintah ajaran Islam untuk dilaksanakan secara totalitas, QS. Ar-Rum: 41 tentang asas
efisiensi dan menjaga kelestarian lingkungan, QS. Al-Qasas: 77 tentang motif ekonomi
menurut pandangan Islam.
Perbedaan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya di atas,
sejalan dengan pendapat asy-Syathibi 1941: 3-9 dan al-Ghazali (Az-Zuhaili, 1986:
1020), seperti dikutip (Burhan 2001: 120), yang menyatakan perhatian para ahli
ekonomi Islam berangkat dari dimensi filosofi dan nilai Islam, dengan tetap memakai
alat-alat pengukuran ilmu ekonomi lainnya (Capra, 1999: 7-9) seperti dikutip Burhan,
2001: 120).
Ilmu ekonomi Islam pada dasarnya merupakan perpaduan antara dua jenis ilmu
yaitu ilmu ekonomi dan ilmu agama Islam (fiqh muamalat). Ilmu ekonomi Islam juga
memiliki dua objek kegiatan yaitu objek formal dan objek material. Objek formal dalam
ilmu ekonomi Islam adalah seluruh sistem produksi dan distribusi barang dan jasa yang
dilakukan oleh pelaku bisnis baik dari aspek prediksi tentang laba, rugi yang akan
dihasilkan maupun dari aspek legalitas sebuah transaksi. Sedangkan objek materialnya
adalah seluruh ilmu yang terkait dengan ilmu ekonomi Islam, seperti dikutip (Daulay,
2002:99 dari Anwar, 2002: 1).
5. Perbedaan antara ilmu ekonomi dan fiqh muamalat adalah dalam cara
memperolehnya. Ilmu ekonomi didapatkan melalui pengamatan (empirisme) terhadap
gejala sosial masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagai contoh dapat
dilihat dari teori permintaan dalam ilmu ekonomi, yaitu: apabila permintaan terhadap
sebuah barang naik, maka harga barang tersebut secara otomatis akan menjadi naik
(Jones, 1975; 15, seperti dikutip Daulay, 2002: 101).
Fiqh muamalat diperoleh melalui penelusuran langsung terhadap Al Qur’an dan
Hadits oleh para fuqaha / penalaran yang bersifat kualitatif. Dari segi tujuan, ilmu
ekonomi bertujuan untuk membantu manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,
sedangkan fiqh muamalat berfungsi untuk mengatur hukum kontrak (aqad) baik yang
bersifat sosial maupun komersil (Ahmad, 1980:59 seperti dikutip Daulay, 2002:103).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa ilmu ekonomi lebih berorientasi
materialis, dengan kata lain ilmu ekonomi mempelajari teknik dan metode, sedangkan
fiqh muamalat lebih terfokus pada hal-hal yang bersifat normatif /menentukan status
hukum, boleh tidaknya sebuah transaksi bisnis (Hakim, 2002: 2 seperti dikutip Daulay,
2002 :103).
Dalam operasionalnya ilmu ekonomi Islam akan selalu bersumber dari kedua
disiplin ilmu tersebut yang mempunyai perbedaan dari segi sumber ilmunya itu sendiri.
Ilmu ekonomi Islam adalah pemikiran manusia, sedangkan sumber fiqh muamalat
adalah wahyu yang didasarkan pada petunjuk Al Qur’an dan Hadits Nabi. Perbedaan
sumber ilmu pengetahuan ini menyebabkan munculnya perbedaan penilaian terhadap
problematika ekonomi manusia. Sebagai contoh, ilmu ekonomi akan menghalalkan
sistem ekonomi liberal, kapitalisme dan komunis, sedangkan fiqh muamalat masih
6. membutuhkan legislasi dari Al Qur’an dan Hadits dan belum dapat menerima ketiga
sistem tersebut.
Penutup
Pluralisme sistem ekonomi ini muncul karena ketidakmampuan umat Islam
melahirkan suatu konsep sistem ekonomi Islam menggabungkan sistem ekonomi
dengan syari’at). Kondisi ini oleh Antonio dilukiskan: “disatu pihak kita menggerakkan
roda pembangunan ekonomi, tetapi lupa membawa pelita agama karena memang tidak
menguasai syari’at terlebih fiqh muamalat secara mendalam. Di lain pihak, kita
menemukan para kiayi dan ulama yang menguasai secara mendalam konsep fiqh dan
disiplin ilmu lainnya, tetapi kurang menguasai dan memantau fenomena ekonomi dan
gejolak bisnis di sekelilingnya.
Perbedaan mendasar antar disiplin ilmu ekonomi dan fiqh muamalat
mengharuskan adanya pemikiran untuk mensinergikan keduanya ke dalam satu disiplin
ilmu. Terlepas dari masalah-masalah di atas, Antonio (1992: 1) seperti dikutip (Lubis,
2004 :15), memberikan tawaran-tawaran yang terpenting dalam pemahaman tentang
ekonomi Islam, yaitu: ekonomi Islam ingin mencapai masyarakat yang berkehidupan
sejahtera di dunia dan di akherat, hak milik relatif perorangan diakui sebagai usaha dan
kerja secara halal dan dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula, dilarang menimbun
barang/harta dan menjadikannya terlantar, dalam harta benda itu terdapat hak untuk
orang miskin, pada batas tertentu hak milik tersebut dikenakan zakat, perniagaan
diperkenankan, akan tetapi riba dilarang, tidak ada perbedaan suku dan keturunan
dalam bekerja sama dan yang menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.
Semoga tawaran-tawaran ini dapat kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar